Apakah teman-teman pernah punya teman atau sahabat yang judes? Aku rasa pasti pernah, atau malah sekarang ini masih ada. Begitu pula aku. Namun, dia bukan sekadar teman, tetapi sahabat baikku. Dia, Si Judes Spesial. Aku sebut begitu karena judesnya itu enggak ketulungan. Setiap kali dia mengeluarkan jurus kata-kata pedasnya, ia selalu menyesal dan berusaha untuk minta maaf. Namun, setelah itu, tetap saja ia tidak bisa mengendalikan kata-katanya.
Perkenalkan, namaku Mitha, aku duduk di kelas 6 SD. Sahabat yang kuceritakan itu adalah Dewi, Si Judes Spesial. Aku telah lama bersahabat dengannya, sejak kami kelas 4 SD. Kami mulai dekat, ya, karena judes spesialnya itu. Pada suatu hari ia menolongku dari gencetan beberapa kakak kelas dengan mengeluarkan jurus kalimat pedasnya.
Dewi sebenarnya anak yang baik. Hatinya gampang tersentuh, lo. Ia mudah sekali menangis jika melihat yang sedih. Aku suka sekali menjadi sahabatnya. Dewi pun sering berkata padaku kalau ia ingin sekali bisa mengendalikan judesnya, supaya enggak terlalu sering menyakiti hati orang lain. Aku sudah sering menasihatinya agar bisa mengendalikan kata-katanya, karena pada akhirnya ia selalu menyesal dan sibuk minta maaf. Namun, ternyata, semua nasihatku tidak mempan. Aku hanya bisa menyenggolnya atau mencubitnya saat ia mulai berjudes ria.
Pada hari Senin kemarin, misalnya. Seusai upacara bendera, teman-teman asyik berkasak-kusuk membicarakan kucir rambut Lia. Lia dikucir tinggi dengan karet warna-warni yang jumlahnya banyak sekali. Dewi dan aku yang ada di dekat mereka merasa penasaran. Tiba-tiba, Dewi menyeletuk,
"Norak banget, sih, kucirannya, kayak air mancur. Apa kekurangan model?" Aku terkejut sekali dan langsung kusenggol Dewi.
"Waduh, aku kelepasan... Lia dengar enggak, ya..." Dewi dan aku berusaha memandang Lia, dan betul saja, Lia menangis. Ternyata dia mendengarnya. Dewi langsung panik.
"Gimana, nih, Mit..." Aku memelototkan mata.
"Ke sana, gih..." ujarku. Kemudian dengan berlari kecil Dewi mengejar Lia dan berusaha untuk meminta maaf.
Aku memutar otakku, memikirkan cara mencegah Dewi saat akan berkomentar yang menyakitkan. Kasihan juga dia kalau setiap saat harus merasa menyesal. Namun, aku belum menemukan caranya.
"Hai, Mit... Sedang apa? Kenapa di meja belajar malah ngelamun, bukannya belajar?" Kakakku, Angga, yang duduk di kelas dua SMP datang mengejutkanku.
"Nih, permen karet buat kamu, biar enggak ngelamun aja." Kakakku berlalu sambil menyodorkan sekotak permen karet warna-warni.
"Thanks," sahutku.
Keesokan harinya, aku membawa permen karet itu ke sekolah. Pikirku, akan kubagikan ke teman-teman karena jumlahnya banyak. Aku memasukkan beberapa permen karet ke kantong plastik dan kusimpan di saku rok sekolahku.
"Pagi, Wi... Tumben datangnya pagi." Aku menyapa Dewi yang tengah asyik mengobrol dengan beberapa teman.
"Dan pagi semuanya," tambahku.
Mereka menyapa balik. "Pagi juga."
Tidak lama kemudian, Lia datang. Kali ini dengan dandanan memakai bandana warna-warni dan rambut dikepang dua dengan karet yang warna-warni pula. Aku melirik Dewi yang tengah terbelalak matanya menatap Lia. Aku punya firasat buruk, pasti Dewi akan mengeluarkan jurus kata-kata pedasnya. Wajahnya sudah memberi tanda-tanda. Tiba-tiba, tanpa terasa, aku mengambil sebutir permen karet dan kumasukkan ke mulut Dewi. Lepp... Dewi nampak terkejut. Mulutnya yang sudah siap-siap berkomentar, jadi mengulum permen karet.
Dewi tersenyum padaku, kemudian ia tertawa terbahak-bahak.
"Ha ha... Nemu jurus di mana, Mit? Manjur! Aku enggak jadi ngomentari Lia dan enggak perlu menyesal, terus sibuk minta maaf." Nyam... Nyam... Dewi tampak asyik menikmati permen karetnya. Aku pun tersenyum senang.
"Jadi, mulai sekarang, kalau aku sudah melihat tanda-tanda di wajahmu, aku akan segera memasukkan permen karet ke mulutmu. Leppp, gitu ya..." kataku. Teman-teman yang lainnya ikut tertawa mendengarnya.
Sejak saat itu, aku dan Dewi, sahabat baikku, selalu sedia permen karet di saku kami. Ternyata permen karet ampuh mencegah judesnya Dewi. Ya, inilah antara judes dan permen karet. He he...
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar