Dewi sudah tak punya ayah. Walau masih kecil dia melatih diri untuk hidup berprihatin. Maka, setiap kali ibunya memebri uang saku, Dewi tidak membelanjakan uang itu semuanya. Di sekolah gadis berusia menjelang 9 tahun itu bisa dibilang tak pernah jajan. Kendati teman-temannya seperti Dolly, Dina, Malinda, atau Agung dan Herdy selalu membujuknya untuk jajan bersama-sama.
"Maaf, ya, saya tidak jajan. Saya sudah sarapan dari rumah," begitu gadis itu sevara arif menolak ajakan teman-temannya.
Secara diam-diam Dewi menitipkan uang sakunya kepada Ibu Guru Isti. Gadis kecil itu tidak pernah bercerita kepada ibunya kalau uang sakunya ditabung. Sebagai seorang guru yang memahami keadaan muridnya, Bu Guru Isti menitipkan uang muridyang baik ini di Tabanas.
Begitulah setiap hari Dewi menyerahkan uang sakunya yang besarnya antara Rp. 200,00 hingga Rp. 500,00. Bu Guru Isti merasa kagum atas kesadaran salah seorang dari sekian banyak muridnya itu.
"Padahal kamu termasuk murid yang paling kecil. Tapi kamu punya pengertian, Dewi," kata Bu Guru Isti memuji.
Suatu kali ibu Dewi yang buka warung kecil di depan rumahnya, merasa heran. "Mana mungkin uang saku Dewi sebesar itu selalu habis?" kata Ibu dalam hati. "Yang mengherankan, sepulang sekolah ia makan cukup banyak."
Namun, untuk menanyai langsung anak satu-satunya itu, Ibu tidak tega. Dalam banyak hal, Ibu merasa berkewajiban memperhatikan secara sungguh-sungguh segala keperluan anaknya yang yatim itu. Termasuk mencukupi kebutuhan sekolahnya.
"Jajan memang biasa pada anak-anak. Apa salahnya Dewi saya beri uang jajan yang cukup?" akhirnya Ibu menghibur dirinya sendiri.
"Dewi, uang sakunya jangan dihabiskan, ya!"
"Ibu, apakah Dewi terlalu boros?"
"Bukan begitu, Nak. Dulu, setiap pulang sekolah, Dewi masih membawa sisa uang saku. Walaupun akhirnya dipakai lagi untuk jajan es atau kembang gula bersama teman-temanmu. Kini hal itu tak Ibu lihat," kata Ibu mulai mencoba ingin tahu.
Namun Dewi kemudian diam saja.
Bulan puasa telah memasuki masa akhir. Teman-teman sebaya Dewi telah diajak orang tua mereka pergi ke pasar membeli pakaian baru. Ibu Dewi ingin sekali mengajak anak gadisnya ke pasar.
"Tapi, dari mana saya mendapatkan uang untuk membeli pakaian-pakaian yang serba mahal itu?" gumam Ibu seraya melamun.
"Ibu kok melamun? Bergembira, dong, Bu. Sebentar lagi kan Idul Fitri? Masak Ibu malah bersedih," kata Dewi.
Mendengar kata-kata anaknya yang tak disangka-sangkanya itu sang ibu terperangah. Dia berusaha tersenyum, meski agak dipaksakan.
"O, tidak anakku! Ibu tidak sedang melamun. Juga tidak bersedih," Ibu mencoba menyembunyikan perasaan hatinya.
"Ibu bohong! Dewi melihat wajah sedih Ibu," sergah Dewi.
Akhirnya sang ibu berterus terang di depan anaknya.
"Dewi, kamu telah mampu memahami keadaan ibumu, Nak. Sejujurnya, Ibu memang bersedih. Ibu ingin membelikan Dewi sesuatu untuk lebaran. Tapi Ibu tidak punya uang! Itulah yang membuat Ibu melamun dan sedih," ujar Ibu itu sambil mengusap pipinya yang mendadak basah.
Dewi memeluk ibunya dengan hangat dan sayang.
"Ibu tak usah khawatir. Dewi punya uang, kok!" ujar Dewi sesaat kemudian.
"Punya uang? Dari mana kamu mendapat uang, Nak?"
"Begini, Bu." jawab Dewi. "Selama ini uang saku Dewi sedikit pun tidak pernah saya pakai jajan. Akan tetapi Dewi titipkan kepada Ibu Isti. Lihat buku catatan Dewi ini, Bu!"
Ibu dan anak itu kemudian dengan seksama menghitung jumlah uang yang dititipkan pada Bu isti. Setelah semua diketahuib jumlahya, Ibu merasa amat bersyukur.
"Tidak Ibu duga anakku. Selama ini ternyata kamu diam-diam menyimpan uang jajanmu! Bahkan Ibu sempat menduga uangmu kaujajankan semua! Sungguh Ibu bersyukur dan berbahagia karena sikapmu yang berhemat. Kini kamu bisa menikmati uangmu itu untuk berlebaran!"
Keduanya berpelukan erat. Hari itu juga Dewi menghadap Ibu Isti untuk mengambil uang titipannya. Bu Isti menyambut Dewi dengan gembira. Memang beliau tidak bisa membantu atau memberi hadiah buat anak itu. Namun demikian dengan menjaga kepercayaan yang berwujud menyimpankan uang Dewi dengan selamat, adalah merupakan jasa yang tak kalah penting!
TAMAT
tolong kirimkan ke email saya ya ka di fikriafrizal44@gmail.com
BalasHapus