Pada suatu hari, Hamzah bertanya, "Bulbul, apa yang kauinginkan?"
Sahut si Bulbul, "Tuan Hamzah, bagi warga bulbul, tak ada yang lebih membahagiakan selain hidup bebas.
Ow, tentu saja Hamzah tak mau melepas bulbul itu, ia pun menjawab, "Aku sangat menyayangimu. Kau akan kuberi makanan yang lebih lezat. Sangkarmu akan kuhias lebih indah. Agar kau lebih kerasan di tempat mewah ini!"
Burung Bulbul diam saja. Ia tahu, tak ada gunanya membujuk majikannya. Maka setelah mendapat makanan dan perawatan yang bagus, si bulbul menyanyikan lagu-lagu merdu. Namun hatinya tidak pernah merasa bahagia.
Suatu hari Hamzah berniat berkelana untuk berdagang, Salah satu tempat persinggahannya adalah ibukota, tempat ia membeli bulbul itu. Mendengar niat ini, berkatalah si bulbul pada majikannya, "Tuan Hamzah, bolehkah saya ikut? Saya ingin menengok saudara di sana. Saya sudah rindu sekali."
Namun, Hamzah tidak mengabulkan permintaan ini. Burung bulbul itu sangat kecewa. Ia lalu berkata, "Kalau begitu, jika tuan singgah ke Kebun Delima, tengoklah saudara saya. Tolong tanyakan kepadanya, kapan kita akan bertemu kembali."
Esok harinya Hamzah memulai perjalanan panjangnya. Beberapa pekan kemudian, sampailah ia di ibu kota. Ia tidak lupa pesan burung bulbul. Maka singgahlah ia di Kebun Delima. Di sana ia melihat ribuan burung bulbul. Suara kicau mereka terdengar bagaikan orkes alam yang merdu. Salah seekor bulbul terbang rendah di atas kepala Hamzah. Bulbul itu serupa benar dengan bulbul miliknya.
Tiba-tiba bulbul itu berkata, "Wahai saudagar, bagaimana kabar saudaraku?"
Hamzah segera tahu dan menyahut, "Ia baik-baik saja. Ia mengirim salam untukmu. Juga sebuah pertanyaan, kapan kalian akan bertemu kembali!"
Mendengar kata-kata yang terakhir ini, tiba-tiba bulbul terjatuh seperti tersengat aliran listrik. Ia tergeletak di tanah dengan tubuh kaku seperti tewas. Sayap-sayapnya terentang, paruhnya terbuka lebar.
Hamzah terkejut melihat kejadian ini. Ia segera memungut burung itu, lalu meletakkannya di atas tumpukan daun kering. Ternyata burung bulbul itu tidak tewas. Begitu ditaruh di tempat hangat, tiba-tiba ia bangkit dan terbang ke sebuah dahan yang tinggi. Dan berkicaulah dia kembali.
Dua bulan telah berlalu. Hamzah pun tiba di rumahnya kembali. Ia bercerita pada si bulbul tentang tabiat saudaranya yang aneh. Bulbul itu mendengarkan cerita majikannya penuh perhatian. Dan tiba-tiba, bulbul itu jatuh dari tempatnya bertengger. Sayapnya terentang, paruhnya terbuka, dan tubuhnya kaku. Persis saudaranya dulu.
Hamzah sangat terkejut. Ada apa dengan bulbul kesayangannya?
Seorang pelayan yang ikut merawat bulbul itu memberi saran. "Tuan, mungkin bulbul ini akan sehat kembali jika diletakkan di tempat yang hangat dan terbuka."
Tanpa pikir panjang. Hamzah mengeluarkan bulbul kesayangannya. Lalu menaruhnya di atas tumpukkan jerami, di depan kandang istana. Tiba-tiba burung itu bangkit dan melesat terbang tinggi ke anngkasa.
Sayup-sayup terdengar suaranya, " Tuan Hamzah, terima kasih atas perawatan Tuan selama ini. Namun saya lebih suka hidup bebas di tengah warga saya, daripada hidup mewah tapi terkurung. Saudara saya telah mengirim pesan yang tidak Tuan pahami. Ia telah mengajari saya melarikan diri dari sini. Nah, selamat tinggal!"
Hamzah memandangi bulbul kesayangannya lenyap di kejauhan. Betapa kecewa hatinya.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar