Alwin terusik konsentrasinya. Berkali-kali seorang anak perempuan melintas di dekat jendela. Bila kebetulan mereka beradu pandang, anak perempuan itu tersenyum manis kepadanya. Alwin cepat menunduk. Siapa, sih, dia? Gerutunya dalam hati.
"Lihat dia, nggak? Paco menyikutnya.
"Siapa?"
"Betty, cewek yang terus lewat itu."
"Anak baru?"
"Nggak, anak kelas siang."
"Kamu kenal dia?" tanya Alwin heran.
"Mmm..." Paco berdehem. "Dia titip salam kenal untukmu."
"Salam kenal?" Alwin terperanjat. "Untuk apa?"
"Untuk kenal, dong! Apa lagi!" bentak Paco.
"Untuk apa kenal! Dia kan anak kelas siang!"
"Uh... Dasar kuper!" Paco mencemooh dengan gemas.
Tetapi Alwin tak meladeni cemoohan itu. Sebentar kemudian perhatiannya sudah terpaku pada soal-soal di papan tulis. Ketika bel berdentang. ia mendengus kesal. Seandainya ia bisa berkonsentrasi sedari tadi, semua soal pasti sudah terjawab. Gara-gara si Betty, ia punya PR sekarang!
Alwin masih memelototi catatannya ketika seseorang menegur, "Sudah selesai?"
Alwin mendongak. Betty! Seperti tadi, anak perempuan itu tersenyum manis kepadanya serta berkata, "Pak Sis tidak mengajar, ya. Aku juga dapat pelajarannya hari ini. Boleh pinjam catatanmu?"
"Hmm, nanti juga kelasmu disuruh mencatat soal."
"Belum tentu aku bisa menjawab semua."
"Apa urusanku!" Alwin memasukkan catatannya ke dalam tas. "Aku tak sembarangan memberi contekan kepada orang lain."
"Sok!" Betty mencibir, lalu mengulurkan tangan.
Alwin merasa serba salah. Ia tak senang dibilang sok, tapi ia pun enggan berjabat tangan dengan anak yang memaki seenaknya.
"Paco tidak menyampaikan salamku?"
"Dia bilang tadi."
"Kalau begitu, kita sudah saling kenal," Betty menarik kembali tangannya.
"Aku Betty dan kamu Alwin. Nanti sore aku akan ke rumahmu."
"Ke rumahku?" Alwin melongo.
"Ya, ke rumahmu!" Betty tertawa. "Katamu tadi, tak sembarangan kasih contekan, Artinya kan aku harus ke rumahmu. Kita belajar bersama sampai semua soal Pak Sis terjawab."
Semakin banyak anak-anak kelas siang masuk ke dalam kelas. Alwin segera berlalu sambil garuk-garuk kepala.
"Bagaimana?" Paco menyongsongnya.
"Apanya?"
"Betty!"
"Dia mau ikut belajar bersama."
"Mmm, dia naksir kamu," Paco berbisik.
"Naksir?"
"Jangan pura-pura tak tahu artinya!"
"Uh, aku tak suka anak perempuan," keluh Alwin sembari membenahi letak kacamatanya. "Cerewet, tak mau kalah, suka perintah-perintah..."
"Ah, itu kan nenekmu!" tukas Paco.
"Enak saja!"
Setiba di rumah, Alwin sudah tak ingat Betty lagi. Begitu pula saat belajar bersama dengan Paco, mereka tak membicarakannya. Soal-soal yang diberikan Pak Sis mengasyikkan mereka. Sampai kemudian Ibu memberitahu Alwin bahwa seorang teman sekolah mencarinya. Alwin dan Paco berpandangan. Siapa menyangka Betty benar-benar datang!
Seorang anak perempuan berkuncir dua berdiri di teras. Melihat Alwin datang, ia berkata, "Aku terlambat, ya. Padahal aku sudah cepat-cepat. Pulang sekolah aku langsung mandi dan makan. Kata Ibu, aku seperti dikejar setan."
Alwin tersenyum lebar. "Aku dan Paco hampir selesai mengerjakan soal-soal itu. Kamu tetap boleh nyontek!"
"Sok," gumam Betty. "Mentang-mentang pintar, kamu tak boleh merendahkan orang lain! Aku ke sini untuk belajar bersama, bukan nyontek! Aku tidak goblok-goblok amat, kok. Kamu saja yang kuper bisa pintar, masa aku tidak!"
"Kamu dan Paco kok bilang aku kuper, sih?" tanya Alwin kesal.
"Habis, temanmu Paco saja!" tukas Betty. "Bermain dengan Paco, belajar dengan dia lagi!"
"Semua juga temanku. Siapa saja boleh ikut belajar bersamaku asal tak main-main. Tak ada naksir-naksiran," gertak Alwin.
"Ooo..." Betty tersenyum malu-malu. "Aku suka padamu, Win. Kamu pintar, sih. Sekarang aku temanmu, nanti jadi pacarmu, ya!"
"Umur tujuh belas baru aku pacaran."
"Wah, kamu sebesar oomku! Aku tak mau pacaran dengan orang sebesar itu!"
Alwin mendengus. "Kalau aku sebesar oommu, kamu juga nanti sebesar tanteku!"
Terdengar tawa cekikian dari dalam rumah. Paco muncul dengan tawa yang semakin keras. "Bagaimana nasibku? Aku tak tahu siapa pacarku umur tujuh belas nanti," ledeknya.
"Iih, nguping! Curang!" Betty mengejar Paco.
"Ayo... Tangkap aku, kutarik kuncirmu!"
Alwin hanya terkekeh-kekeh menyaksikan kedua temannya berkejar-kejaran di halaman.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar