Selasa, 30 Maret 2021

Kumpulan Cerpen Bobo 28. Story 7 - Cincin Keramat


"Tau nggak, Yun, sekarang kamu lagi ramai dibicarakan kawan-kawan di kelas?" Mimi melirik Yuyun yang sedang merapikan buku-buku pelajarannya. Mereka baru saja selesai mengerjakan PR.

"Ngetop, dong, aku!" Yuyun menyahut tanpa menoleh.

"Huu... Malah ge-er!" Mimi mencibir. Yuyun cuma senyum-senyum.

"Pasti mereka membicarakan tentang cincin ini!" Yuyun mengacungkan sebuah cincin berwarna coklat tua dari saku roknya.

"Kok, kamu sudah tau, Yun?"

"Tau, dong! Mereka bilang, nilaiku selalu bagus karena cincin keramat ini. Aku tak tau siapa yang mula-mula menyebar cerita seperti itu. Tapi... Bukan kamu, kan, Mi?"

"Sembarangan! Aku malah baru tau sekarang kalau kamu punya cincin seperti itu. Memangnya itu benar-benar cincin keramat, Yun?"

Yuyun tertawa cekikikan sebelum menjawab. "Bisa jadi, keramat buatku. Sebab cincin ini punya cerita tersendiri."

"Cerita apa itu, Yun?"

"Cincin ini dibuat dari biji salak yang nyasar di kerongkonganku. Gara-gara aku makan salak dengan terburu-buru. Untung kakekku berhasil mengeluarkannya. Nah, kebetulan kakekku memang suka iseng. Biji salak yang salah alamat itu dilubanginya, lalu dibentuk cincin. Aku memakainya buat kenang-kenangan, sekaligus untuk mengingatkanku agar tidak mengulangi lagi kecerobohan yang hampir membuatku celaka seperti itu," Yuyun mengakhiri ceritanya.

"Tapi, biarpun nggak keramat, boleh kan aku coba memakainya?" Mimi jadi penasaran.

"Jari kamu kan gendut-gendut, Mi. Mana cukup," Yuyun membanding-bandingkan jari-jari Mimi dengan jari-jarinya. Yuyun memang agak kurus. "Ah, cuma beda sedikit, kok. Pasti cukup!" Mimi memaksa.

Yuyun mengangkat bahu, dia mengalah mencopot cincinnya. Girang sekali Mimi menerimanya. Susah payah dia memasukkan cincin itu ke jari manisnya.

"Tuh, kan, cukup!" Mimi tersenyum penuh kemenangan ketika berhasil memasukkan cincin itu.

"Kucoba pada jari yang lain, siapa tahu lebih longgar," Mimi mencoba mencopot cincin dari jari manisnya. Tapi, cincin itu tak mau lepas. Mungkin memang jari Mimi terlalu gendut. Bergantian Mimi dan Yuyun mencoba mencabut cincin itu, tapi tak berhasil.

"Pakai sabun, biar licin!" Yuyun mengusulkan. Sabun pun dicoba. Tapi tetap tak menolong. Bagian atas jari Mimi malah membesar, lalu membiru. Cincin itu semakin sulit dicopot. Mereka mulai panik.

"Aduh, bagaimana ini?" Mimi meringis.

"Kamu, sih, sudah kuperingatkan, maksa juga!" Yuyun merutuk. Mimi terdiam merasa bersalah.

"Kita minta tolong Om Doni saja. Dia kan dokter, pasti bisa. Mudah-mudahan dia ada di rumahnya," Yuyun berlari ke rumah sebelah. Sebentar kemudian dia kembali bersama Om Doni.

"Aduh Om, tolong berikan suntikan untuk mengecilkan jariku ini," Mimi merengek-rengek begitu melihat Om Doni. Om Doni tersenyum geli.

"Mana ada suntikan buat mengecilkan jari."

Om Doni memeriksa jari Mimi yang bengkak.

"Makanya jangan suka maksa! Yun, ambilkan gergaji kecil di laci meja kerja Om."

"Aduh, jari saya mau digergaji, Om?" Mimi pucat pasi.

"Iya, karena kamu nakal!' Om Doni pura-pura melotot.

Mimi ternganga. Yuyun datang membawa gergaji kecil.

Mimi semakin gemetaran ketika Om Doni meraih tangannya. Yuyun menyaksikan dengan penuh tanda tanya. Mau diapakan jari Mimi. Dan... Ow! Akhirnya mereka bernapas lega. Ternyata yang digergaji bukan jari Mimi, tapi cincin yang dipakainya.

"Hey benda jelek! Sudah dua kali bikin gara-gara! Dulu kamu tersesat di kerongkonganku. Sekarang kamu membuat bengkak jari Mimi. Pergi kau!" Yuyun menyumpah-nyumpah cincin yang sudah berhasil dilepaskan dari jari Mimi, lalu melemparnya ke luar.

"Bukan benda itu yang salah, tapi kalian yang ceroboh," Om Doni menyela. Yuyun dan Mimi saling berpandangan sambil tersenyum malu.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar